Sekjen PDIP Minta Pimpinan Baru KPK Buktikan Diri Lewat Kinerja

 Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memberi apresiasi atas terpilihnya lima komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid V. PDIP meminta para komisioner untuk membuktikan kinerjanya menghadapi berbagai keraguan terhadap mereka.

"Kami memberikan apresiasi atas terpilihnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Hasto Kristiyanto di sela kunjungannya ke Sintang, Kalimantan Barat dalam rangka konsolidasi PDIP, Jumat (13/9/2019) seperti dalam keterangan tertulis yang diterima.

Menurutnya, pro dan kontra terkait pemilihan pimpinan KPK adalah hal yang wajar karena kerap terjadi. Bahkan, lanjut Hasto, di internal KPK sendiri selalu ada pro dan kontra. Baginya, yang terpenting adalah pembuktian bahwa tuduhan miring takkan terbukti melalui kinerja.

"Yang penting sebuah komitmen, karena publik akan melihatnya. Dan ini menjadi tanggung jawab bagi pimpinan yang terbaru untuk membuktikan kinerjanya," kata Hasto.

Kinerja yang dimaksud Hasto adalah usaha dari kelima pimpinan baru tersebut dalam pemberantasan korupsi, pencegahan, edukasi, dan sinergi dengan seluruh penegak hukum guna bersama-sama memerangi korupsi.

Hasto berharap agar seluruh jajaran pimpinan KPK yang baru dapat mengedepankan pemberantasan korupsi, melalui pencegahan yang didasarkan pada prinsip keadilan. Serta yang penting adalah ketaatan kepada seluruh mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia.

Hal itu, lanjut Hasto, bermakna tidak boleh ada lagi penetapan tersangka secara tergesa-gesa tanpa melalui bukti-bukti yang kuat. Tidak boleh ada lagi mekanisme penyadapan yang ditujukan karena intervensi kepentingan pihak-pihak tertentu.

"Tidak boleh lagi ada kasus-kasus penetapan tersangka bertahun-tahun, tanpa ada sebuah kejelasan terhadap mekanisme hukumnya," ucap Hasto.

Lima Pimpinan Baru KPK

Sebelumnya, Komisi III DPR memilih pimpinan KPK periode 2019-2023 usai melaksanakan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 10 capim melalui voting.

Mereka memilih 5 pimpinan KPK dengan suara terbanyak. Ada 56 anggota Komisi III yang ikut voting.

Berikut hasil voting Komisi III DPR:

Nawawi Pomolango (Hakim) : 50 suara
Lili Pintauli Siregar (Advokat) : 44 suara
Sigit Danang Joyo (PNS Kementerian Keuangan) : 19 suara
Nurul Ghufron (Dosen/Akademisi) : 51 suara
I Nyoman Wara (Auditor) : 0 suara
Alexander Marwata (Komisioner KPK) : 53 suara
Johanis Tanak (Jaksa) : 0 suara
Luthfi Jayadi (Dosen/Akademisi) : 7 suara
Firli Bauri (Anggota Polri) : 56 suara

Share:

Djarot: Revisi UU KPK Bagian dari Membangun Pemerintahan Bersih

 Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menyatakan, revisi Undang-undang Nomor 30/2002 tentang KPK adalah bagian dari strategi pelaksanaan komitmen membangun pemerintahan yang bersih dan antikorupsi.

"Jika UUD 1945 saja bisa diamandemen, masa UU KPK yang secara hirarki berada di bawah UUD 1945 tidak bisa diamandemen atau revisi," kata dia melalui pernyataan tertulisnya, Sabtu 14 September 2019.

Menurut dia, pandangan pro kotra dalam menyikapi revisi suatu undang-undang adalah hal biasa dalam negara demokrasi. "Namun pro kontra itu harus dicari solusinya untuk memperbaiki dan memperkuat KPK," kata Djarot seperti dikutip dari Antara.

Ia menegaskan, KPK didirikan pada pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga ketua umum DPP PDI Perjuangan. KPK yang didirikan berdasarkan amanah UU Nomor 30 tahun 2002 sebagai lembaga ad hoc, saat ini sudah berusia 17 tahun.

"Selama 17 tahun pemberantasan KPK, ada aturan yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini, sehingga UU KPK perlu direvisi. Kenapa malah muncul pandangan pro-kontra? Padahal, komitmen pemerintahan Presiden Joko Widodo tetap ingin pemerintahan yang bersih dan antikorupsi," katanya.

Revisi UU KPK Terbatas

Mantan gubernur DKI Jakarta itu menegaskan, revisi UU KPK dilakukan secara terbatas. Djarot mengaku heran, kalau ada sekelompok orang yang menolak revisi UU KPK.

"Kalau saya pribadi berpandangan, jangan sampai KPK itu menjadi negara dalam negara, tidak bisa disentuh. Padahal dia adalah institusi dibentuk negara, anggarannya juga dari pemerintah," katanya

Share:

 Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan, partainya mendukung penuh keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menjelaskan, revisi yang telah disetujui Jokowi itu akan memberikan dasar hukum yang jelas kepada KPK.
    "PDI Perjuangan berpendapat bahwa Pak Jokowi telah bertindak tepat. Pak Jokowi melakukan dialog dengan KPK itu secara intens, tetapi pada saat bersamaan Beliau juga mengharapkan adanya kepastian hukum agar kekuasaan yang tanpa batas ini menggunakan mekanisme check and balance," ungkap Hasto di De Saung, Bogor, Minggu (15/9/2019).

    Dia menilai, selama ini KPK terkesan tergesa-gesa dalam menetapkan tersangka kasus korupsi. Sehingga, revisi ini dinilainya dapat menjadikan pemeriksaan kasus korupsi ke depan lebih progresif dan disertai komitmen tinggi dari seluruh aparat penegak hukum.

    "Tidak ada lagi penyadapan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, bahkan bisa juga penyadapan itu dipakai karena kepentingan-kepentingan politik tertentu," tutur Hasto.

    Dia menegaskan, Jokowi pastinya juga sudah mendengar masukan dari banyak pihak terkait hal itu.

    "Ketika Pak Jokowi telah mengambil keputusan itu artinya pertimbangannya sangat matang dan itu semua didedikasikan bagi upaya suci untuk memberantas korupsi itu dengan benar," dia mengakhiri.

    Serahkan KPK ke Presiden

    Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menyatakan sikap keprihatihan atas kondisi lembaga yang dipimpinnya saat ini. Dia pun angkat tangan dan menyerahkan urusan korupsi ke Jokowi.

    "Kami mempertimbangkan sebaik-baiknya, maka kami pimpinan sebagai penanggungjawab tertinggi, kami menyerahkan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden," tutur Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019).

    Agus menyatakan sikap didampingi oleh pimpinan KPK lainnya yakni Laode M Syarif dan Saut Situmorang. Hadir juga Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

    "Kami menunggu perintah, apakah kami masih dipercaya sampai bulan Desember, apa masih berjalan seperti biasa," imbuh dia.

    Soal Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru, lanjut Agus, pihaknya tidak akan melawan ketetapan tersebut.

    "Mohon maaf kalau kami menyampaikan hal-hal yang kurang berkenan bagi banyak pihak," Agus menandaskan

    Share:

    Golkar Kembali Terbelah Jelang Munas 2019

    Golkar Kembali Terbelah Jelang Munas 2019Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo. ©2019 Merdeka.com/ Liputan6.com/JohanTallo
     Partai Golkar kembali terancam terbelah. Dua kubu yang berseteru di Munas 2019, yakni Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo kian panas. Manuver antarpendukung kian kencang dilakukan demi mengunci suara kader jelang Munas Golkar Desember nanti.
    Kubu Airlangga mengklaim telah mengantongi kekuatan 90 persen DPD tingkat I dan II Golkar seluruh Indonesia. Belum lagi klaim didukung sesepuh partai sekaliber Akbar Tanjung, Agung Laksono hingga Aburizal Bakrie alias Ical. Plus organisasi-organisasi sayap partai diklaim sudah ikut gerbong.
    Imbas pertarungan dua tokoh itu, kader partai terbelah mulai dari pusat hingga daerah. Mulai kader di struktur DPP hingga organisasi sayap partai. Teranyar, internal AMPG terjadi dualisme kepengurusan.
    Tiga bulan jelang Munas, manuver antar kubu kian kencang dan keras. Demi memagari dukungan itu, para pendukung Airlangga berimprovisasi. Semisal, DPD I dan II Golkar Jawa Barat meminta kader untuk disumpah di bawah Alquran mendukung Airlangga. Video pengambilan sumpah itu beredar. Ketua DPD Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengambil sumpah para kader.
    Langkah DPD Golkar Jabar ini menuai kritik keras dari kubu Bamsoet, sapaan Bambang Soesatyo. Loyalis Bambang Soesatyo, Nofel Saleh Hilabi menganggap adegan sumpah di bawah Alquran menunjukkan Airlangga sudah tahu dirinya bakal kalah. Sehingga menggunakan cara sumpah di bawah Alquran untuk mendapatkan dukungan di Munas Golkar.
    "Itu cara-cara orang yang tahu dia bakal kalah, karena orang menyumpah, kapasitas dia sebagai apa, kecuali kita bersumpah terhadap rakyat itu boleh. Misal pimpinan negara bersumpah menjaga amanat rakyat, ini bersumpah laknat terus untuk mendukung pimpinan partai, itu zalim dan pemaksaan," jelas Nofel saat dihubungi merdeka.com, Selasa (3/9).
    Bamsoet ikut bereaksi dan meradang. Ketua DPR ini menuding pesaingnya itu memakai agama sebagai alat pemuas kepentingan politik. Dia juga heran para anggota DPD itu rela bersumpah dan siap dilaknat jika tidak memenuhi janjinya. Padahal, menurutnya, Airlangga telah berkhianat pada anggaran dasar anggaran rumah tangga partai.
    "Pada titik ini, jelas terlihat, bahwa Airlangga, para loyalis, dan pengikutnya hanya menjadikan agama sebagai perkakas politik. Padahal, agama itu simbol kejujuran yang harus tercermin dalam setiap jabatan yang diemban oleh pemeluk agama termasuk yang sedang menjabat sebagai ketua umum," kata Bamsoet.
    Airlangga pun berkelit, hanya mengikuti apa yang menjadi acara DPD Golkar Jawa Barat. Dia menyebut, hal itu kebijakan dari pihak DPD.
    "Lah kalau itu kan acaranya Jabar. Ya kita ikut saja. Masing-masing kan ada namanya kebijakan lokal dan acaranya lagi acara di Masjid, masa nyanyi di Masjid," kata Airlangga
    Perpecahan Struktur
    AMPG sebagai ormas sayap Golkar pertajam perpecahan. AMPG kubu Bamsoet mengawali dengan mencopot ketum AMPG Ilham Permana lewat rapat pleno di Pusat Komando BPPG, jl. Tulodong Bawah 4, Jakarta Selatan (3/9). Posisi ketum diisi oleh Andi Nursyam Halid dibantu Abdul Aziz sebagai sekretaris jenderal PP AMPG.
    Keputusan rapat pleno tersebut akan segera kami ajukan kepada DPP Partai Golkar untuk disahkan. "Memberhentikan saudara Ilham Permana sebagai ketua umum PP AMPG," tegas dia.
    Keputusan pleno AMPG kubu Bamsoet direspons cepat sehari setelahnya. Kini giliran, Ilham Permana selaku Ketum AMPG sekaligus pendukung Airlangga melakukan restrukturisasi.
    Dilihat dari stuktur AMPG baru di bawah kepemimpinan Ilham, tak ada lagi nama Abdul Aziz dan Andi Nursyam Halid. Padahal keduanya merupakan Wakil Ketua Umum PP AMPG.
    Pleno Tandingan
    Gerah dengan sikap Airlangga yang tak menggelar pleno, Bamsoet memutuskan untuk membuat pleno tandingan. Bamsoet Cs berencana menggelar rapat pleno di DPP Golkar, Rabu (4/9). Ini lantaran desakan segera menggelar pleno tak digubris Airlangga.
    Rapat pleno kubu Bamsoet akan digelar siang ini Pukul 13.30 WIB di DPP Golkar. Sementara DPP Golkar saat ini tengah dikuasai oleh kubu Airlangga Hartarto. Nofel belum mau menjawab, siapa yang akan pimpin pleno.
    "Iya betul," kata Politikus Golkar kubu Bamsoet, Nofel Saleh Hilabi kepada merdeka.com.
    Sementara itu, Kubu Airlangga akan menggelar Rapat Koordinator Bidang dimulai pada hari Jumat hingga Selasa, 6-10 September 2019 di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta.
    Rapat Koordinator Bidang (Korbid) ini akan dihadiri langsung oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Lodewijk F Paulus.
    "Semua pengurus DPP Partai Golkar, baik pengurus harian maupun pengurus pleno, akan diundang dalam rapat Korbid ini," kata Ketua DPP Partai Golkar bidang Media & Penggalangan Opini, Ace Hasan Syadzily di Jakarta, Rabu (4/9). [ray]
    Share:

    Ridwan Bae Klarifikasi Kabar Dilarang Masuk DPP Golkar

    Ridwan Bae Klarifikasi Kabar Dilarang Masuk DPP Golkarridwan bae di depan pagar DPP Golkar. ©2019 Merdeka.com/istimewa
     Viral video Ketua DPD Golkar Sultra Ridwan Bae dilarang masuk DPP Golkar. Video berdurasi 22 detik itu memperlihatkan Ridwan yang tengah berbincang dengan penjaga pintu pagar DPP Golkar Jl Anggrek Neli, Slipi, Jakarta.
    Namun, Ridwan Bae mengklarifikasi hal tersebut. Dia membantah dilarang masuk DPP Golkar. Dia menjelaskan kronologi dalam video yang viral itu.
    Ridwan mengatakan, dirinya janjian ingin ketemu dengan pengurus DPP Budi Setiawan. Namun, saat di depan gerbang sore tadi, ditanya oleh penjaga pintu DPP Golkar.
    "Saya mau ketemu Pak Budi Setiawan jam 4 sore di DPP, saya pergi ke sana, tiba di sana saya tanya karena orang mau masuk harus ketuk pintu, ada jaga di situ. Saya tanya ada Pak Budi? Saya mau ketemu Pak Budi hari ini, enggak ada Pak Budi," jelas Ridwan Bae kepada merdeka.com, Rabu (4/9).
    ©2019 Merdeka.com/istimewa
    Karena mendengar jawaban dari penjaga pintu gerbang DPP Golkar, orang yang dicari tak ada, maka Ridwan memutuskan untuk pamit. Dia malah sempat salam komando dengan penjaga DPP berseragam AMPG itu. Sehingga dia menegaskan, informasi bahwa dirinya dilarang masuk DPP Golkar tidak benar.
    "Oke deh saya pamit. Jadi saya mencari Budi Setiawan. Kemarin sudah telepon (janjian). Cuma batal karena orangnya tidak ada," tambah dia.
    "Bukan dilarang masuk, tapi yang saya mau temui tidak di tempat sehingga langsung pulang," tutup Ridwan. [rnd]
    Share:

    Golkar Memanas, Kubu Bamsoet Minta Airlangga Dkk Sikapi Persaingan Secara Santun

    Golkar Memanas, Kubu Bamsoet Minta Airlangga Dkk Sikapi Persaingan Secara SantunBambang Soesatyo deklarasi jadi calon ketua umum Golkar. ©Liputan6.com/Johan Tallo
     Perebutan kursi ketua umum Golkar periode selanjutnya antara Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo kian memanas. Wasekjen DPP Partai Golkar, Viktus Murin, meminta persaingan keduanya dilakukan secara bermartabat.
    "Kami saat ini mengajak bila harus terjadi pertarungan terbuka dalam kontestasi mencapai posisi ketua umum Partai Golkar sebaiknya itu dilakukan dengan pendekatan politik yang santun dan bermartabat," kata Viktus saat jumpa pers di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Selasa (4/8).
    Viktus menghargai bila pengurus pusat akan menggelar rapat Korbid pada Jumat nanti sebagai persaingan dalam konteks demokrasi. Namun, sikap santun dan bermartabat juga tak boleh dilupakan. Dia mencontohkan, kantor DPP Golkar yang dijaga ketat seolah-olah ada situasi darurat.
    "Aparat keamanan di kantor DPP Golkar dan oknum-oknum yang konon katanya adalah AMPG yang seolah-olah membuat situasi di lingkungan kantor DPP Partai Golkar itu sangat darurat sifatnya," kata dia.
    "Kami juga tak ingin terpancing mendatangkan massa, seberapa susah mendatangkan massa, tetapi itu tidak santun dan bermartabat, kita hanya membuka konflik fisik," sambung Viktus.
    Menurutnya, demokrasi mengandalkan persaingan ide, bukan persaingan otot. Pihaknya mengajak kubu Airlangga Hartarto melakoni konteks demokrasi hingga menuju musyawarah nasional nanti dengan cara santun dan bermartabat.
    "Saya sendiri dan teman-teman mayoritas pengurus pleno DPP Partai Golkar sudah menyatakan mosi tidak percaya pada kepemimpinan beliau, sehingga sebaiknya, yang saat ini harus kita jaga adalah martabat lembaga partai Golkar, kita jangan terpancing mendegradasi eksistensi Partai Golkar sebagai partai modern tertua di Indonesia," tandasnya. [bal]
    Share:

    Besok, Rapat Paripurna Dengarkan Pandangan Fraksi Soal Revisi UU KPK Jadi Usulan DPR

    Besok, Rapat Paripurna Dengarkan Pandangan Fraksi Soal Revisi UU KPK Jadi Usulan DPRRapat Paripurna DPR. ©Liputan6.com/Johan Tallo
     Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat paripurna Kamis (5/9) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Dalam rapat itu DPR akan meminta pandangan fraksi terhadap usul Badan Legislasi (Baleg) terkait Revisi Undang-Undang Nomor 30 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi usulan DPR yang dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
    "Iya betul agenda paripurna besok (pengesahan RUU KPK jadi usulan DPR)," kata Sekjen DPR Indra Iskandar, pada wartawan, Rabu (4/9).
    Selain itu, DPR juga akan mendengarkan pendapat fraksi-fraksi soal rencana Revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Pasal yang akan direvisi adalah yang terkait dengan penambahan kursi pimpinan MPR dari lima menjadi 10 orang.
    Diketahui, wacana RUU KPK sudah bergulir sejak tahun 2017. Namun kala itu KPK menolak revisi karena dianggap melemahkan fungsi KPK.
    Sebelumnya pada tahun 2017, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly menegaskan pemerintah belum terpikir untuk melakukan revisi terhadap UU KPK. Hal itu ia katakan terkait dengan ucapan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengusulkan agar Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Fahri menilai Perppu perlu terbit karena dirinya menyebut dalam menangani kasus korupsi, KPK telah melakukan sejumlah penyimpangan.
    "Belum ada lah itu," kata Yasonna. [bal]
    Share:

    Recent Posts